Rabu, 04 Juni 2008

Ketika Cinta Bertasbih

Category : Book
Genre : Religion & Spirituality
Author : Habiburrahman El Shirazy


Di buku KCB 1, Kang Abik berhasil membuat pembacanya seolah-olah berada di Negeri 1000 Menara, Negeri Para Nabi, Negeri Mesir. Di buku itu pula diceritakan mengenai perjuangan para mahasiswa & mahasiswi Indonesia dalam menuntut ilmu di Negeri Para Nabi tersebut. Di buku ini, Kang Abik lebih banyak mengangkat Kota Solo dan Pesantren Daarul Qur'an atau yang lebih dikenal dengan Pesantren Wangen yang diasuh oleh Kiai Lutfi. Kiai Lutfi adalah ayah dari Anna Althafunnisa, seorang bidadari dambaan para mahasiswa Cairo yang sedang menyelesaikan S2-nya.


Di buku ini juga diceritakan mengenai Ayatul Husna, seorang penulis novel yang mendapatkan penghargaan karya terbaik nomor 1. Ayatul Husna atau yang lebih akrab dipanggil Husna, tak lain dan tak bukan adalah adik kandung Khairul Azzam. Khairul Azzam, salah seorang mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Cairo selama 9 tahun. Tapi Azzam, lebih dikenal dengan pembuat tempe dan bakso demi memenuhi kebutuhan ibu dan 3 orang adik perempuannya di Indonesia.


Setelah 9 tahun menuntut ilmu di Negeri para Nabi, akhirnya Azzam kembali juga ke tanah air. Ia menemani Husna menerima penghargaan yang diselenggarakan di Graha Bhakti Budaya TIM. Ia juga berkumpul kembali dengan ibu dan adik-adiknya. Bulan pertama di Indonesia, banyak yang mencibir dirinya. "Sayang ya sembilan tahun di Mesir masih menganggur. Aku kira begitu pulang dari luar negeri langsung ditarik jadi dosen di IAIN atau STAIN. Eh malah jualan bakso. Kalo hanya jualan bakso, ngapain jauh-jauh kuliah di Mesir." Cibiran itu sempat membuat telinga ibunya Azzam menjadi panas. Ia meminta pada Azzam untuk keluar rumah layaknya pegawai kantoran. Inilah jeleknya orang Indonesia, yang dianggap bekerja apabila dia menjadi pegawai di salah satu Perusahaan. Sedangkan yang berwirausaha dianggap menganggur.


Akhirnya Azzam menuruti keinginan ibunya, ia menyewa satu kamar kos di dekat pasar Kleco. Jam 08.00 ia sudah sampai di kamar kost-nya, belanja kemudian meracik baksonya. Jam 14.00 semuanya sudah siap. Jam 14.30 ia buka warung baksonya. Begitulah rutinitasnya setiap harinya. Kepada para tetangga, ibunya bilang kalo Azzam dah punya kantor di Solo. Azzam terus memutar otaknya bagaimana usaha baksonya sukses. Akhirnya ia membuat bakso cinta. Bakso yang berbentuk hati.


Suasana warungnya didominasi dengan warna pink, dari gerobak, tenda, meja, kursi sampe mangkoknya pun berwarna pink. Di hari pembukaan warung bakso cintanya, sambutan dari pelanggan luar biasa. Hanya dalam waktu 4 jam baksonya habis terjual. Husna dan Lia, adiknya Azzam bahagia dibuatnya dan mereka yakin baksonya laris.


Akhirnya bakso cinta ia patenkan. Belum genap 1 bulan warung bakso cintanya sudah bertambah besar dan ia membuka cabang baru di UNS. Omsetnya per bulan mencapai dua puluh juta. Ia pun bisa membeli mobil sederhana layak pakai. Otaknya terus berputar untuk mencari peluang bisnis yang lainnya. Ia membuka bisnis fotokopi tak jauh dari warung baksonya dan diberi nama Fotocopy Cinta. Hasilnya tidak terlalu mengecewakan meskipun tidak secepat bakso cinta. Setelah bisnisnya sukses sang ibu pun menginginkan agar Azzam segera menikah. Azzam pun memulai berikthiar, ikhtiar mencari cinta. Dari Mila hingga Seila.


Dan beberapa gadis lainnya yang berusaha diikhtiarkan oleh Azzam. Akhirnya Azzam dikenalkan oleh seorang dokter muda bernama Alviana Rahmana Putri atau Vivi. Vivi menerima lamaran Azzam. Husna juga merasakan kebahagiaan yang sama dengan kakaknya, ia menerima lamaran Muhammad Ilyas. Seorang santri Kiai Lutfi yang melanjutkan kuliah di Madinah dan S2 di Aligarh India. Rencananya pernikahan Husna akan dilaksanakan di hari yang sama dengan syukuran pernikahan Azzam di Kartasura.


Tapi Allah berkehendak lain. 4 hari sebelum hari yang membahagiakan itu, Azzam dan ibunya pergi menemui Kiai Lufti untuk memintanya menjadi mau'idhah hasanahnya. Tapi Kiai Lutfi menolaknya, karena dirinya merasa tidak pantas memberikan mau'idhah pada orang lain karna kegagalan pernikahan putrinya, Anna Althafunnisa yang hanya berumur 6 bulan. Selama 6 bulan pernikahannya, Anna masih janda kembang. Mahkotanya masih suci dan belum direnggut oleh Furqan, mantan suaminya.


Akhirnya Kiai Lutfi mereferensikan Kiai Kamal di Delanggu sebagai pengganti dirinya. Azzam dan ibunya pun bergegas menemui Kiai Kamal. Di tengah perjalanan bemper depan sebuah bus menghantam motor yang dikendari Azzam. Kecelakaan itu merenggut nyawa ibunya dan Azzam mengalami luka yang cukup parah. Kaki kirinya patah dan harus dioperasi. Melihat keadaannya seperti itu, Azzam memberikan kebebasannya pada Vivi. Dia boleh menikah dengan siapa saja yang dia suka. Vivi pun bertekad untuk setia pada Azzam.


Tapi Allah berkehendak lain, ibunya Vivi menjodohkannya dengan orang lain. Azzam sempat terpuruk, tapi berkat Husna semangatnya berikhtiar menemukan jodoh terbaik pilihan Allah kembali berkobar. Ia datang pada Kiai Lutfi dan menyerahkan cincin yang dikembalikan oleh Vivi. Ia memohon kepada Kiai Lutfi untuk mencarikan jari siapa yang cocok dan menerima cincin itu. Kedatangan Azzam ke rumah Kiai Lutfi bertepatan dengan rencana kepergian Anna untuk kembali ke Cairo melanjutkan tesis S2-nya. Kiai Lutfi langsung mencalonkan Anna. Azzam pun dengan mantap menerima Anna sebagai calon istrinya. Hari itu juga ba'da maghrib, Kiai Lutfi menikahkan Azzam dengan Anna. Jama'ah mesjid yang mengikuti sholat maghrib menjadi saksi pernikahan mereka. Subhanallah, Allahlah yang mengatur hidup ini. Kalau memang jodohnya Anna Althafunnisa seperti apapun berliku jalannya maka ia akan sampai pada jodohnya.
Di buku KCB 1, Kang Abik berhasil membuat pembacanya seolah-olah berada di Negeri 1000 Menara, Negeri Para Nabi, Negeri Mesir. Di buku itu pula diceritakan mengenai perjuangan para mahasiswa & mahasiswi Indonesia dalam menuntut ilmu di Negeri Para Nabi tersebut. Di buku ini, Kang Abik lebih banyak mengangkat Kota Solo dan Pesantren Daarul Qur'an atau yang lebih dikenal dengan Pesantren Wangen yang diasuh oleh Kiai Lutfi. Kiai Lutfi adalah ayah dari Anna Althafunnisa, seorang bidadari dambaan para mahasiswa Cairo yang sedang menyelesaikan S2-nya. Di buku ini juga diceritakan mengenai Ayatul Husna, seorang penulis novel yang mendapatkan penghargaan karya terbaik nomor 1. Ayatul Husna atau yang lebih akrab dipanggil Husna, tak lain dan tak bukan adalah adik kandung Khairul Azzam. Khairul Azzam, salah seorang mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Cairo selama 9 tahun. Tapi Azzam, lebih dikenal dengan pembuat tempe dan bakso demi memenuhi kebutuhan ibu dan 3 orang adik perempuannya di Indonesia. Setelah 9 tahun menuntut ilmu di Negeri para Nabi, akhirnya Azzam kembali juga ke tanah air. Ia menemani Husna menerima penghargaan yang diselenggarakan di Graha Bhakti Budaya TIM. Ia juga berkumpul kembali dengan ibu dan adik-adiknya. Bulan pertama di Indonesia, banyak yang mencibir dirinya. "Sayang ya sembilan tahun di Mesir masih menganggur. Aku kira begitu pulang dari luar negeri langsung ditarik jadi dosen di IAIN atau STAIN. Eh malah jualan bakso. Kalo hanya jualan bakso, ngapain jauh-jauh kuliah di Mesir." Cibiran itu sempat membuat telinga ibunya Azzam menjadi panas. Ia meminta pada Azzam untuk keluar rumah layaknya pegawai kantoran. Inilah jeleknya orang Indonesia, yang dianggap bekerja apabila dia menjadi pegawai di salah satu Perusahaan. Sedangkan yang berwirausaha dianggap menganggur. Akhirnya Azzam menuruti keinginan ibunya, ia menyewa satu kamar kos di dekat pasar Kleco. Jam 08.00 ia sudah sampai di kamar kost-nya, belanja kemudian meracik baksonya. Jam 14.00 semuanya sudah siap. Jam 14.30 ia buka warung baksonya. Begitulah rutinitasnya setiap harinya. Kepada para tetangga, ibunya bilang kalo Azzam dah punya kantor di Solo. Azzam terus memutar otaknya bagaimana usaha baksonya sukses. Akhirnya ia membuat bakso cinta. Bakso yang berbentuk hati. Suasana warungnya didominasi dengan warna pink, dari gerobak, tenda, meja, kursi sampe mangkoknya pun berwarna pink. Di hari pembukaan warung bakso cintanya, sambutan dari pelanggan luar biasa. Hanya dalam waktu 4 jam baksonya habis terjual. Husna dan Lia, adiknya Azzam bahagia dibuatnya dan mereka yakin baksonya laris. Akhirnya bakso cinta ia patenkan. Belum genap 1 bulan warung bakso cintanya sudah bertambah besar dan ia membuka cabang baru di UNS. Omsetnya per bulan mencapai dua puluh juta. Ia pun bisa membeli mobil sederhana layak pakai. Otaknya terus berputar untuk mencari peluang bisnis yang lainnya. Ia membuka bisnis fotokopi tak jauh dari warung baksonya dan diberi nama Fotocopy Cinta. Hasilnya tidak terlalu mengecewakan meskipun tidak secepat bakso cinta. Setelah bisnisnya sukses sang ibu pun menginginkan agar Azzam segera menikah. Azzam pun memulai berikthiar, ikhtiar mencari cinta. Dari Mila hingga Seila. Dan beberapa gadis lainnya yang berusaha diikhtiarkan oleh Azzam. Akhirnya Azzam dikenalkan oleh seorang dokter muda bernama Alviana Rahmana Putri atau Vivi. Vivi menerima lamaran Azzam. Husna juga merasakan kebahagiaan yang sama dengan kakaknya, ia menerima lamaran Muhammad Ilyas. Seorang santri Kiai Lutfi yang melanjutkan kuliah di Madinah dan S2 di Aligarh India. Rencananya pernikahan Husna akan dilaksanakan di hari yang sama dengan syukuran pernikahan Azzam di Kartasura. Tapi Allah berkehendak lain. 4 hari sebelum hari yang membahagiakan itu, Azzam dan ibunya pergi menemui Kiai Lufti untuk memintanya menjadi mau'idhah hasanahnya. Tapi Kiai Lutfi menolaknya, karena dirinya merasa tidak pantas memberikan mau'idhah pada orang lain karna kegagalan pernikahan putrinya, Anna Althafunnisa yang hanya berumur 6 bulan. Selama 6 bulan pernikahannya, Anna masih janda kembang. Mahkotanya masih suci dan belum direnggut oleh Furqan, mantan suaminya. Akhirnya Kiai Lutfi mereferensikan Kiai Kamal di Delanggu sebagai pengganti dirinya. Azzam dan ibunya pun bergegas menemui Kiai Kamal. Di tengah perjalanan bemper depan sebuah bus menghantam motor yang dikendari Azzam. Kecelakaan itu merenggut nyawa ibunya dan Azzam mengalami luka yang cukup parah. Kaki kirinya patah dan harus dioperasi. Melihat keadaannya seperti itu, Azzam memberikan kebebasannya pada Vivi. Dia boleh menikah dengan siapa saja yang dia suka. Vivi pun bertekad untuk setia pada Azzam. Tapi Allah berkehendak lain, ibunya Vivi menjodohkannya dengan orang lain. Azzam sempat terpuruk, tapi berkat Husna semangatnya berikhtiar menemukan jodoh terbaik pilihan Allah kembali berkobar. Ia datang pada Kiai Lutfi dan menyerahkan cincin yang dikembalikan oleh Vivi. Ia memohon kepada Kiai Lutfi untuk mencarikan jari siapa yang cocok dan menerima cincin itu. Kedatangan Azzam ke rumah Kiai Lutfi bertepatan dengan rencana kepergian Anna untuk kembali ke Cairo melanjutkan tesis S2-nya. Kiai Lutfi langsung mencalonkan Anna. Azzam pun dengan mantap menerima Anna sebagai calon istrinya. Hari itu juga ba'da maghrib, Kiai Lutfi menikahkan Azzam dengan Anna. Jama'ah mesjid yang mengikuti sholat maghrib menjadi saksi pernikahan mereka.


Subhanallah, Allahlah yang mengatur hidup ini. Kalau memang jodohnya Anna Althafunnisa seperti apapun berliku jalannya maka ia akan sampai pada jodohnya.





Tidak ada komentar: